Minggu, 27 Oktober 2013

Badut Taman Kota


" Dini hari ditemukan lelaki terkapar tak bernyawa. Tubuhnya disorot para pencari berita. Di tangannya terpatri tatto bentuk hati tepat di urat nadi " . Mati!
 Pasar malam belakang taman kota, seorang badut kehilangan harga dirinya. Ingin menangis, tapi uang membayarnya sebagai mesin penghasil gelak tawa.
 Kembali ke setengah jam silam. Dandanan tebal sembunyi wajah, aroma gulali, balon warna warni dan musik berisik, tapi justru matanya yang terusik. Pendengarannya serasa mati, badut itu sedang menghibur sepasang kekasih. Tawa sekitar pelan-pelan meredup, mata si badut panas berkedut, tulang-tulangnya gemetar. Rindu dalam dadanya mendekap maju. Dia ingat wanita pujaannya, kesayangannya. Taman hiburan terasa semakin kaku. Bisu!. Sepasang kekasih tadi masih asyik sibuk bermain rasa, digenggam mesra. Kontras!
 Mereka berlalu, badut duduk di kursi taman. Membuka ulang kotak masuk pesan di handphonenya. Tertera pesan dari kekasih hatinya, pacar pertamanya.

*Ibu* "Nak, sesudah belajar kelompok langsung pulang. Lalui jalan yang ramai. Ibu antar risoles dulu ke taman kota buat arisan bu Ratna , cari tambahan buat obat bapak. Mungkin agak sedikit malam pulangnya, hati-hati".

•Badut taman kota wajahmu dipenuhi topeng bahagia penutup duka.
•Badut taman kota kau penghasil tawa, menghibur mereka lepas dari lara.
•Badut taman kota, kemiskinan buat cerita ini tanpa perlu rekayasa tentang kesakitan hatimu tiada tara.
•Lalu siapa yang menghibur nanti saat duka dan harga dirimu yang dimatikan paksa?
•Akhirnya kau memilih menatto tanganmu dengan bentuk hati terpatri di urat nadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar