Selasa, 31 Desember 2013

Rancau Kacau : Rindu

 Harusnya tadi malam kamu bersamaku, atau harusnya tadi malam aku yang bersamamu. Harusnya tadi malam kita bersama. Tapi nyatanya tadi malam kita saling merindukan tapi bukan-bukan, mungkin hanya aku yang rindu. Aku tidak tahu tentang hatimu. Jarak terasa, pergantian tahun tanpa melihat senyuman, atau sekedar sebentar berpelukan, malam tahun lalu bukannya kita bersama. Malam tahun baru tadi aku di sebuah tempat dan kamu di sebuah tempat. Kita terpisah jarak, muak.
 Lalu pengertian yang bagaimana lagi yang mampu mengerti hati-hati yang rindu dalam enggan untuk mengakui? Beberapa hari ini kita sama-sama dirudung emosi, kamu dengan marahmu. Aku dengan sensitif dan airmataku. Kita rindu, kita hanya rindu. Aku mulai menduga-duga, malam tadi kemana kamu, dengan siapa, memakai baju apa, setampan apa? Semua tanyaku keluarkan dalam kepala. Lalu malam tadi seberapa malas aku berdadan, aku memakai gaun yang luarbiasa biasa saja. Aku rindu tahu? Bisa peluk aku atau kita harus sama-sama berdoa lagi. Bisa genggam tanganku?. Terkadang aku kesulitan mengertimu, kesulitan mencari pengertianmu. Kamu pun kesulitan di sana aku tahu, kesulitan setiap aku menangis, sulit untuk menghapus airmataku, sulit untuk memeluk tubuhku. Kalau begitu malam tadi kita lagi-lagi berdoa lagi ya, Selamat Tahun Baru 2014. Cintai aku tanpa akhir.

Minggu, 15 Desember 2013

Yang Tersisa Dari Cinderella

Dentang bel waktu mengabarkan malam pada usia sebelas.
Di ranjang itu, antara aku dan ayah, ada kesepian yang berdiri tanpa pembatas.
Tapi kau, Ayah, tlah menghalau kesepianku dan rindu dengan dongeng masa lalu.
Sekiranya kesepian masih mampu ditangguhkan; pada nama ibu setebal buku.

Ayah, dongengkan padaku; seorang wanita yang pernah kau sebut Cinderella dalam cintamu.
Yang seharusnya pula kucintai dia sebagai Ibu.
Adakah kesepian telah mencair sejak kita kehilangan?

Nak, Cinderella itu cintaku …

Ayah, ceritakan padaku; tentang wanita yang kau sebutkan padaku sebagai Ibu.
Yang kini masih tersimpan rapi di laci ingatanmu.
Adakah jejak langkahnya telah menjadi kristal di jalanan kenangan?

Nak, Cinderella itu Ibumu …

Kini aku berjalan menyusuri kota kenangan dengan langkah dari sepatu kacamu yang tersisa.
Sebab, di sepatu itu kutemukan pantulan cinta dari sebagian langkah kakimu di surga.

Ibu, kau tetaplah nama setebal buku dongeng tentang cinta.
Aku, ayah dan segala tentangmu tetap hidup sebagai cerita.


Puisi dari: http://Kopigenic.wordpress.com
Twitter: @kopigenic

Sabtu, 14 Desember 2013

Sebelum Pindah

 Sebelum pindah aku sempat bermain-main dengan waktu, mungkin dia marah padaku dan terus mengganti dirinya dengan waktu-waktu yang baru. Dan aku selalu berkawan dengan waktu baru tanpa sempat berkenalan dulu, karena mereka terus berganti dan berganti tidak pernah mau sebentar berhenti. Mereka terus berpindah.

 Setelah itu terjadi saat ini banyak kata "seharusnya" yang keluar dikepalaku. Satu seharusnya saja, aku rasa cukup dan memang dibutuhkan untuk kesadaran pada satu waktu.
Tapi "seharusnya-seharusnya" yang lain hanya membunuh waktu yang lain lagi. Penyesalan itu tidak berguna yang berguna itu perubahan. Menyesal, menangis dan me-yang lainnya lah pada detik ini lalu setelah itu berhenti dan berpikir sesuatu yang baru pada menit itu. Bagaimana memperbaiki yang lalu. Karena kenyataannya sesuatu tidak pernah bisa terulang sama untuk kedua kali, sematang apapun aku coba melakukannya.

  Dari banyak hal, kamu salah satu hal yang aku syukuri. Membuat sedikit (banyak) kesadaranku berfungsi setiap hari. Aku sering mengulang kalimat ini untuk melunakan kebebalan isi kepalaku sendiri " bangun dari mimpi mungkin sulit, tapi akan lebih kesulitan lagi saat kita tetap tertidur dan terbangun dengan tubuh menua, merenta".

 "Penyesalan" dan kata "seharusnya" hanya akan semakin membunuh waktu jika kamu lakukan berkali-kali dan bertubi-tubi tanpa berniat untuk melangkah PINDAH dari waktu yang tidak pernah kembali. Aku selalu ragu untuk pindah awalnya, pindah dari apapun, kegiatanku yang mungkin tidak seharusnya aku. Tapi apa yang kita pertahankan saat rumah adalah kontrakan yang memiliki massa tenggang dan kita tidak diizinkan mengontrak lagi oleh si pemiliknya? Tidak ada kan? selain pindah dan menetap. Indah!

#17hari #SebelumPindah

Senin, 09 Desember 2013

Peri Hujan

Via menghitung bunyi tik..tik.. Diatas atap rumahnya. Hujan turun lagi sore ini. Dia selalu gagal dalam perihal menghitung hujan, jelas saja mereka selalu datang keroyokan. Via selalu tak sabar menunggu hujan berhenti. Bukan karena dia tidak menyukainya, tapi karena dia tidak sabar ingin melihat peri kecil disela-sela kelopak jarum asoka yang katanya selalu muncul sehabis hujan.

 "Ibu-ibu, Via pernah lihat bu, dibalik bunga jarum itu ada peri dengan sayap kecil bu" yakinnya pada ibu.

Wanita yang di panggil dengan sebutan ibu itu pun hanya tertawa. " Tidak ada peri sayang, tidak pernah ada yang namanya peri nak" selalu itu yang ibu jawab. Membuat via cemberut dan semakin bertekad untuk menunjukannya.

Hujan berhenti via berlari kehalaman depan, kerimbunan asoka yang di yakininya tempat peri-peri meminum sari dari bunga jarum. Ketemu! Dimasukannya peri kedalam botol kaca bekas sirup. Dibawanya kedepan ibu.

"Ibu ini peri"

" Via itu bukan peri nak, itu pelangi "

Minggu, 08 Desember 2013

Entah...!

Mungkin perkara mencintaimu
ini dianggap berlebihan
Hanya karena aku tak tau caranya hitung-hitungan
Tapi apa salah?
Aku rasa tidak ada manusia yang mau kekurangan

Lama

Pada menit keberapa aku mencintaimu
dan pada untuk selamanya
aku menaruh hatiku disitu
Aku begitu mencintaimu
Hanya itu dan tak mampu kurang lagi
Melebihkannya mungkin aku masih mau


Sabtu, 07 Desember 2013

Bunuh Lagi

 Tika berlari kedapur dengan membabi buta, disambarnya pisau dapur tua yang terletak diatas kayu telenan bawang lembab. Lalu segera dia kembali berlari kedepan. Amarah memenuhi wajahnya, dia ingin segera menusuk lambung lelaki yang begitu dibencinya kini. Lelaki itu suami Tika, biasa dia panggil dengan sebutan abang.

 Dicari kesegala penjuru, tak juga abang ketemu. Entah dimana lelaki yang melarikan uangnya berkali-kali itu sembunyi. Ulah terakhir kali; anaknya yang bungsu dijual untuk mengisi perut mereka yang sudah kosong dua hari, dua anak lagi sudah pula disewakan sebagai properti untuk tetangganya yang berprofesi sebagai pengemis dipasar sukajadi. Semua hal itu dilakukan dengan paksaan dan tamparan di wajah Tika jika dia melawan mengiyakan mau suaminya.

"Lelaki biadab, kubunuh kau lagi!." rutuk Tika dalam hati.

 Tika kesal! Diam, berpikir dan bertanya-tanya sendiri dimana lelaki yang dicarinya ini bisa dia temui, lalu Tika senyum menyeringai . "Lelaki itu pasti sembunyi didalam tanah lagi" tanya nya terjawab. Cepat-cepat dibongkarnya timbunan tanah belakang rumah untuk ketiga kali dalam satu minggu ini.

" Ketemu kau! Mati lagi kau ku tusuk lagi kau, mati lagi kau, mana anakku! Mana uangku bangsat!" Tika kembali menikam-nikam perut lelaki yang sudah tak bernyawa dari 5 hari lalu. Setelah puas ia tertegun memandang jasad yang sudah membusuk dan berbau tanah, jasad lelaki yang begitu dia cintai dulu, kini pun masih walau ada rasa benci. Dikecupnya kening lelaki itu. Kemudian kembali ditimbunnya dalam-dalam.

" Diam-diam saja disana, nanti kubunuh lagi." Kata Tika sambil beranjak pergi.

Kabar Buruk

" Jika setelah mati memang ada reinkarnasi, aku mau jadi benda mati agar tidak mati lagi "

 itu isi kepalanya Erna saat ini. Erna masih belum bisa memejam. Dikepalanya dipenuhi dengan cerita-cerita kematian. Dalam minggu ini sudah dua kabar buruk yang diterimanya, secara mendadak kemarin dan malam ini.

" Apa mati selalu begitu? Tanpa pesan tanpa tanda? Kenapa tidak permisi dulu. Setidaknya untuk aku bersiap-siap jika memang ada waktuku ". Hening, suara tik tok jam dikamarnya semakin terdengar. Sayup-sayup terdengar suara tangisan ibu. " Erna... Erna... Bagun nak! Jangan tinggalkan ibu nak ".

" Ya... Diantara dua kabar buruk itu, salah satunya ada kabarku."

Jumat, 06 Desember 2013

Ah, itu Aku!

 Hujan turun deras suaranya lebih mirip tangisan bayi yang haus mencari ASI. Rahmi masih duduk terpekur dipemakaman Linggar jati. Mencari-cari nama yang sudah dua hari tidak dia temui. Rahmi tidak putus asa, dia masih terus mencari sampai siang berganti malam, lalu malam kembali mengulang pagi.

" Dimana kamu, sudah tiga hari disini tapi tidak juga ada nisan bernamamu".

 Tidak sedikit pun dia ingin bertanya, pada penjaga makam atau beberapa pelayat disana. Di periksai-nya sendiri setiap tanah makam yang masih basah, di perhatikan nisan-nisan disana lekat-lekat satu persatu. Masih juga belum bertemu.

 Hari ke empat Rahmi tetap bertahan, tanpa lapar tanpa haus. Mencari nama yang tak juga ada, sampai akhirnya seorang pemuda datang dari desa sebelah menghampiri penjaga makam.

" Pak, jenazah Rahmi Zahara sudah di temukan pak. Terkubur di tembok kantor kelurahan desa kami."


"Ah, ketemu itu aku!"

Kamis, 05 Desember 2013

Sebelum Pukul Enam

 Dea menyusun rapi buku-bukunya, ia tampak terburu-buru. Entah apa yang menunggunya seakan begitu memburu.

 Bunyi bel sekolah pukul dua siang, Dea langsung bangkit dan beranjak dari kursinya. Dengan setengah berlari dia mengejar pintu pagar sekolah yang baru dibuka pak Rahmad penjaga sekolahnya.

 " Aku harus tiba" Dea menggumam dalam hati. Dea semakin mempercepat langkah. Menuju hal yang entah apa ditujunya.

 Tiba ditoko obat cina tua pinggir kota, pukul setengah tiga.

"Bu..Bu..."

Keluar dari dalam seorang nenek dengan uban penuh dikepala. Dia cukup mengenal Dea. Dea sempat bercerita tentang sakit yang dideritanya.

"Cari obat?"

"Obat yang harus saya minum sebelum pukul 6 bu"

" Sebentar "

Nenek tua kembali mencari-cari obat yang diminta Dea. Lalu membawakan kotak berwarna hijau tua.

"Ini, ingat minum sebelum pukul 6 atau kamu akan kembali mengulang sakitmu "

"Baiklah bu"

 Dea kembali bergegas, dia mengejar kembali sebelum pukul 6 untuk segera minum obat. Sesampai dirumah suasana masih sepi. Belum ada siapapun, ibu masih bekerja pukul 6 nanti dia akan kembali. Ayah tak pernah pulang lagi setelah tidur dipemakaman umum linggar jati. Dea sendiri!

 Dea menuang air putih dari dalam teko. Meminum obat sebelum pukul 6. Lima belas menit kemudian kepalanya mulai berputar. Semakin lama semakin kencang seperti mesin komedi putar. Darahnya terasa panas, mendidih naik kekepala, pembuluh darah seakan bergerak-gerak menuju pecah. Dea begitu menikmati setiap rasa seperti gorokan ditubuhnya. Tubuh Dea terguncang hebat seperti ayam yang disembelih lehernya. Saat membuka mata semua sakit hilang.
" Berhasil...aku pulih...aku pulih " dia tertawa lepas bahagia.

" Malam tak datang, syukurlah. Artinya lelaki-lelaki itu tidak akan kembali kemari untuk mengantar ibu dan meniduriku. Syukurlah, aku aman disini. Mereka tidak akan bisa melakukan apapun padaku. Selakanganku tidak akan pernah sakit lagi ".

 Dea tertidur panjang, sebelum pukul 6. Malam tidak pernah sempat lagi untuk datang menyakiti selangkangnya. Ibu menangis setengah mati dalam petang.

"Tak ada lagi uang, tak ada lagi uang" raung ibu terdengar tak riang.

Rabu, 04 Desember 2013

ah, Jalang!

Ah, jarak! Kenapa begitu jalang
Tak sudah-sudah juga rindu mau hilang
Semua resahku semakin menimbulkan gelisah-gelisah
Memaksa tubuh pasrah dengan waktu dan jarak jalang!
Ah jalang! Berkali-kali aku merutuki.
Ah jalang, kamu jarak tak tau diri.

Selasa, 03 Desember 2013

Telepon

" Disetiap bunyi telepon yang tut..tuutt..tuutt... Tersembunyi harapan yang menyangkut"

 Duh! Pembukaan macam apa itu. Tapi kenyataannya begitu. Entah kenapa di setiap bunyi "tutt.." Pada telepon, handpone atau semacamnya alat komunikasi. Selalu bisa bikin jantung kerasa berenti. Hal yang paling di benci setelah "tut.." Adalah harapan yang menyangkut dari nada operator yang mengatakan "Nomer yang anda tuju sedang sibuk...". Aku sendiri sering mematikan telepon sebelum suara operator merusak suasana hati serusak-rusaknya. Entah kenapa suara perempuan operator itu buat hati semakin gak tenang, mungkin karena tidak terangkat si telepon itu sendiri dan pikiran mulai memunculkan teka-teki gak penting yang bikin hati makin gak bisa kolerasi sama logika diri. Jadi matikan teleponmu sebelum terlambat. " Intinya gak melulu percaya sama juga dengan gak melulu curiga." Terkadang kita cemas dengan sesuatu yang terlalu kita buat-buat keadaannya.


(Ditulis saat emosi makan siang yang telat datang)

Hujan Desember


 Aku terbangun dan bahagia menikmati hujan, gerimis dan apapun semacamnya yang rintik. Rasa dingin meresap di balik-balik pori kepala. Ah menyenangkan! Bermain hujan adalah masih satu kebiasaan untukku saat dia datang. " Hujan di tengah Hujan" kata teman-teman.

 Aku sangat mencintai hujan, jelas aku mencintai aku diluar aku pun aku tetap mencintai hujan, intinya aku cinta hujan!.

 Kadang hujan dapat membantuku merefleksikan rekaman yang tersimpan dalam ingatan. Pernah juga ada yang bilang " hujan adalah perantara masadepan dan masalalu yang baik" aku suka bagian itu. Nyatanya hujan memang penyambung ingatan manusia untuk beberapa bagian yang kadang terlupa. Kesedihan dan kebahagiaan yang tak biasa berdatangan. Diam-diam, rintik-rintik, dingin di setiap jengkal pori tak perlu basah untuk rasakan dinginnya. Pandangi saja dan kamu dibawanya.

 Lagi yang aku suka dari hujan adalah peradaban yang berhenti sesaat. Manusia-manusia yang bahagia dan si pengerutu yang tak bisa apa-apa saat hujan datang. Semua seakan hidup dalam diam. Hujan juga tempat kamu terperangkap suara tangismu sendiri.

 Selepas hujan? Jangan coba-coba untuk melihat dalam genangan sisa hujan. Disana tempat kenangan bersemayam.

Bahagia Hari RABU

 Terimakasih Tuhan, aku masih bangun pagi ini dengan suara hujan dan nafas yang belum berhenti. Semoga disemua bagian bumi orang-orang terbangun bahagia seperti hatiku pagi ini.

 Terimakasih sayang, kamu selalu sempat menelponku di sela-sela aktifitas padatmu. Sebelum bekerja, saat ada waktu luang dan bahkan pulang kamu biarkan telponnya hidup untuk aku menemanimu sampai kerumah.

 Terimakasih apapun yang membuatku bahagia hari RABU!

Tak Habis Kamu

" Lalu dua pasang kaki berpacu maju, berjalan untuk setiap langkah-langkah kemenangan masa depan kita. Aku? Adalah si kaki yang tak putus asa mengikuti. Mencoba mengimbangi tapi tidak lebih dulu darimu. Iya, begitu salah satu caraku mencintaimu "

Awalnya jarak ini membunuhku, membuatku kesal dan tidak semangat menghadapi apapun yang terjadi. Kerap membuat ulah, tapi setelah lama aku kembali ingat pada kata-kata yang ku ucap sendiri berulang kali saat ragu mulai menyiksa diri. Kata-kata ini salah satu penguatku dalam prihal menunggu. 'Bumi berputar tulang rusuk tidak pernah tertukar'.

 Hubungan jarak jauh memang tidak mudah, tapi yang mudah itu bukannya tak menyenangkan? Dimana pembuktian kekuatan. Aku percaya ini ujian dan kita bisa bertahan. Aku mencitaimu dan sangat nyaman.

 Tidak berpeduli seberapa jauh kamu pergi, aku tau kaki itu akan kembali membawamu kesini. Iya, aku tau kamu tak pernah pergi. Hanya mengejar cita-cita kita, dan saat ini harus saling sendiri tapi tak pernah melepaskan hati. Berat, itu lah kenapa aku benci senja setelah kepergianmu ke kota itu. Aku merasa waktu bertahun-tahun lalu jadi sementara seperti senja.

 Saat kau tidak disisiku. Saat pertemuan jadi langka, dan berpatok pada bulan. Aku rindu. Airmata kita selalu jadi doa, bagaimana kita bedua tertimbun rindu dalam-dalam. Lalu pada malam-malam saling membayang pelukan yang biasa memenuhi setiap jengkal sayang. Tidak apa, ini tidak lama. Nanti kita kembali, mempersempit ruang. Menghangatkan rindu. Sudahlah, besok aku menulismu lagi sayang. Selamat tidur R.S :*

Senin, 02 Desember 2013

3 Desember

 Hujan 3 Desember serupa tangisan yang kusimpan diam-diam dalam-dalam di hatiku. Hujan yang merindukanmu tak ampun-ampun. Entahlah sayang, aku rindu. Lebih dari itu, lebih dari pengucapan kata yang tak pernah tentu. Aku rindu. Sudah begitu.