Sabtu, 17 Mei 2014

13

Aku mengisi 1 toples besar dengan 13 bibir. Bibir yang sangat aku sukai. Toples besar penuh bibir. Aku menaruhnya di kamarku, menciumnya sebelum aku tidur, melumatnya pelan dan meletakkannya kembali ke dalam.

***

Tahu bagaimana hidup membuatmu gila dengan kekaguman yang berlebihan pada seorang pria namun sedikitpun dia tidak menyadarinya. Lalu bibirmu tidak mampu bicara sedikit apapun tentang hatimu? Rasa sial. Aku begitu mengangguminya bibirnya, matanya, segalanya. Tapi bibir itu selalu membuat aku candu untuk mengecupnya, walau tidak pernah terjadi di alam nyata setidaknya aku mengecupnya selalu di dalam mimpiku, pikiranku, hatiku. Bibirnya adalah sesuatu yang selalu bisa membuat mataku tidak lepas menatap setiap apa yang terucapnya, aku begitu ingin bibir itu.

Dua hari yang lalu aku menuliskan surat cinta untuknya. Surat cinta yang tidak terbaca itu sudah benar-benar membuatku marah, aku kesal. Aku menangis gila di kamarku, aku ingin bibir itu ada di kamarku, aku ingin bisa melumatnya setiap aku mau untuk melepas canduku. Aku mau bibirmu, Ras. Rasya Surya, lelaki yang menjadi obsesiku dari massa SMP, 13 tahun lalu. Dia bukan kakak kelasku, dia juga bukan teman yang bersekolah denganku. Dia guru pkl di sekolahku. Aku begitu mau. Aku begitu ingin bibir itu.

Hari ini aku menelpon ke rumahnya, namun suara wanita itu lagi yang mengangkatnya. Aku membanting keras teleponku. Aku kesal, aku mau mendengar suara dari bibir itu. Aku mau. Lusa aku putuskan untuk mencarinya 'persetan kau sudah beristri, aku mau bibirmu, bibir yang 13 tahun lalu membuatku layu setiap kau tersenyum'.

Hari ini, hari di mana aku mendatangi sekolah tempat Rasya mengajar, tapi dia belum terlihat. Aku menunggu dengan senjata laras panjangku di balik pohon depan sekolah tempatnya bekerja 'aku akan mengambil bibirmu'

***

Akhirnya keinginanku lepas, hatiku bebas. Aku memiliki bibirmu, Ras. Bibir yang selalu buatku mau, buatku candu. Akhirnya aku bisa melumatnya setiap waktu. Ku letakkan 13 bibir dalam 1 toples besar di kamarku. Bibir tipis dengan senyum lebar, bibir tipis yang diam, bibir tipis yang membentuk huruf o, bibir tipis yang melekung ke bawah, bibir tipis yang aku mau. Aku dapat 13 bibirmu.

Ku letakkan toples itu di kamarku, bersanding dengan 13 toples potongan tubuhnya yang lain. Aku pun bisa memilikinya. Aku pun bisa. Ku buka tas ku dan mengambil kamera berlensa tele yang tadi membantuku mendapatkan bibirmu, ku kecup senjata laras panjangku itu 'terimakasih membantuku mendapatkan yang ku mau'

*ku simpan kembali kameraku ke dalam lemari

CINTA PERTAMA

Namanya Sheilla, apa yang dia lakukan di bawah langit sore di tengah ilalang tanah lapang belakang komplek rumahnya? Menunggu doa nya dikabulkan Tuhan, bertemu cinta massa kecilnya yang masih terus tumbuh sampai dia besar.

***

Aku ingin sekali melihatnya lagi, di sini di tempat di mana kami bermain dulu waktu kecil. Mencari ulat di gulungan-gulungan daun pisang untuk memancing ikan, di telaga. Memasuk kan kupu-kupu kecil ke dalam toples besar, bermain matahari sampai kepala panas. Aku ingin sekali melihatmu kembali muncul di sini, di tempat ini di kota ini, Rudi.

Pangeran kecilku, aku rasa aku jatuh cinta pada pangeran kecilku. Pangeran yang bermain bersamaku 21 tahun yang lalu. Aku rasa aku benar-benar jatuh cinta padanya sampai hari di mana perpisahan kami datang. Aku sering bertanya sendiri. Kenapa kamu harus meninggalkan kota saat kita kelas 3 SD, padahal kamu pernah bilang kamu suka guru keterampilan kita yang sering memuji gambar rumah-rumah buatanmu dan dia bilang suatu hari nanti kamu akan menjadi seorang arsitek besar dan mungkin akan memiliki nama sebesar Achmad Noeman. Tapi kenapa kamu pindah? Iya. Aku tahu kamu ikut ayahmu dan aku masih terus mengingatmu diumurku yang ke 21. Lebih nya lagi aku merindukanmu.

Sore di hari yang lain, langit mendung tapi masih saja di penuhi layang-layang. Beberapa ibu-ibu meneriaki anaknya untuk segera pulang, karena hujan akan segera turun dan tanah lapang tentu bukan tempat yang baik untuk berteduh. Sheilla duduk di sebuah meja batu sudut tanah lapang, menatap langit-langit dan berbicara pada angin

'aku merindukanya, aku ingin melihatnya di sini'

Di hari yang lain jika dia mendatangi tanah lapang dia akan terus mengucapkan hal yang sama, terus dan terus.

' Aku tahu kamu tidak lupa padaku, aku tahu kamu mengingatku seperti aku mengingatmu, tapi jika suatu hari nanti kita bertemu lagi dan kamu tidak mengingatku, maka aku berjanji di hari itu aku akan melupakanmu'

***

Pagi di negara lain, seorang laki-laki sedang memandang foto gadis dan anak laki-laki kecil. Gadis itu berambut pendek, bermata tidak bisa diam. Anak laki-laki itu berkulit gelap, dan bertahi lalat besar di batang dan cuping hidungnya.

'Andai dulu aku pergi di zaman alat komunikasi sudah seperti sekarang, mungkin sampai hari ini aku tidak perlu menerka-nerka apa kamu masih mengingatku juga. Aku merindukanmu, sheilla'

***

Sunny, Sunny...
Apa kabarmu? Kabarku bai-baik saja.
Sunny, Sunny...
Begitu banyak cerita tak habis tentangmu.
Sunny, Sunny...
Salamku untukmu, Dari hati yang terdalam..
Kau tak sempat, tanyakan aku. Cinta kah aku padamu.

BCL - Sunny (cinta pertama)

GULAI PAKU

Buatku tidak ada yang lebih enak dari gulai paku buatan emak. Entah bagaimana cara emak membuatnya, gulai paku nya selalu bisa membuat selera makanku meninggi, apalagi jika sudah dilawan dengan ikan asin. Siang ini sepulang sekolah aroma gulai paku memenuhi dapur. Alahmak! perutku memberontak seketika. Ku buka tudung saji tapi kosong yang ku dapati, ku buka lemari makan tidak ada apa-apa pula di sana.
Ah, emak aku rindu. Tidak terasa dua tahun sudah berlalu sejak kepergianmu ke negeri orang, beberapa waktu aku masih sering mencium aroma gulai paku di rumah kita.
' Apa di tempatmu sekarang ada dapur dan tungku untuk memasak mak? '
 Bukankah kau bilang dulu hanya pergi sebentar ke luar negeri untuk membawa pulang uang sekolah dan beras yang melimpah untuk makan kita. Kenapa sampai sekarang kau tak pulang, tak pula berkabar.

Di siang yang lain, aroma gulai paku mulai menyebar. Lagi-lagi aku mencarinya di bawah tudung dan lemari makan. Lagi-lagi pula tak ada isi apapun di sana, sudah satu minggu kejadian ini berulang ' mak aku lapar, mak '

Gulai paku buatan emak selalu tercium setiap siang akhir-akhir ini. Tapi siang ini emak benar-benar pulang setelah dua tahun pergi. Emak pulang membawa keramaian.

'Wah emak berhasil. Kata emak kalau dia pulang orang-orang akan menyambutnya dengan keramaian. Kata emak saat dia sudah kaya orang-orang tidak akan acuh lagi pada kami. Emak sukses membawa keramaian kerumah kami seperti mau nya sebelum pergi'

mobil jenazah parkir di depan rumah kami. Aroma gulai paku berganti aroma kesedihan yang tidak lagi aku pahami. Tubuhku kaku, sekaku tubuh emak. Tubuhku dingin, sama dinginnya dengan tubuh emak. Akhirnya emak pulang.

' Sudah seminggu aku mati kelaparan dan mereka tidak ada yang tahu, mak. Mereka acuh pada perutku' teriakan ku kacau.

Aroma gulai paku yang tercium seminggu ini adalah tanda ke pulangan emak. Emak pulang menjemputku bersama orang-orang yang tidak pernah melihat kami dulu. Siang ini aroma bunga membasahi rumah baru kami, kami juga diberi pakaian baru oleh orang-orang itu. Mereka juga mendoakan kami dengan baik. Siang ini aku dan emak bersama lagi. Emak pulang tapi tanpa sempat memasak gulai paku kesukaanku.

Jumat, 16 Mei 2014

TEH MANIS

Aku mengenggamnya. Tangannya hangat, aku selalu mengenggamnya tangannya erat. Anya duduk di bawah pohon jambu yang rindang, bunga-bunga jambu luruh. 'Mungkin itu seperti bulu matamu yang setiap hari jatuh karena rindu-rinduku' Anya berbicara pada seseorang bertangan hangat dengan genggaman erat itu. 'Kamu tahu aku sangat merindukanmu? Aku memikirkanmu setiap saat ' lanjutnya.

Menunggu senja di bawah pohon jambu dengan sebotol teh manis yang dibuatnya sendiri sering ia lakukan saat rindu memenuhi rongga dadanya. Selalu dengan seseorang bertangan hangat yang memiliki genggam yang erat. Anya meminum teh manisnya 'Rindu akan manis setelah aku meminum ini' yakin nya.

'Teh manis untuk rindu yang sadis, kita jauh sayang. Aku mengenggam tanganku sendiri dan merasakan hangatmu, aku memaniskan bibirku dengan teh manis ini sebagai ganti bibirmu yang aku tahu sia-sia. Aku bersandar ke batang jambu seakan sedang bertopang pada punggung kuatmu. Tapi bunga-bunga jambu ini membuatku sadar itu bukan bulu matamu. Aku sendiri, delusi. Yang nyata saat ini adalah rinduku yang meruah riuh selebihnya aku sedang menunggumu'

Anya bicara sendiri, dia menangis sesegukan meresapi setiap kata yang keluar dari mulutnya. Jika itu puisi, itu adalah puisi yang perih untuk hatinya. Dia merindukan lelakinya, lelaki yang saat ini sedang jauh. Lelaki yang sedang mengejar impian untuk membahagiakan cita-cita.

 'Jarak membantaiku dengan rindu, kamu tahu?' Suara Anya kembali terdengar, lirih. Tapi cukup besar untuk didengar telinga lelaki di belakangnya.

 Handphone Anya berdering, pesan masuk.

'ya aku tahu sayang, aku pun dibantai rindu saat kita jauh. Boleh aku minta teh manis yang kamu bilang peganti bibirku? Aku haus, nih. Baru nyampe, kamu kalau mau peluk aku, aku ada di belakangmu... hahahaha'

Anya berbalik, hujan turun dengan gemuruh di dada. Pesan singkat tadi seperti tarian hujan yang memancing kedua awan hitam matanya untuk segera basah.

' Lelakiku tersenyum, manis sekali. Tangannya hangat, genggamannya erat'

FardhiRama

" Pukul berapa sekarang? "
  " Pukul 2 siang pak "

 Setiap hari kami mengulangi hal yang sama, pukul 2 siang seperti waktu yang terulang. Walau kenyataannya semua waktu selalu mengulang angka. Setelah bertanya, Pak Rama pasti akan naik ke lantai atas gedung. Memandang langit siang, tidak ada lain hanya itu yang dilakukannya. Aku sedikit malas bertanya pada boss ku ini, tanyakku akan hilang, mungkin terbawa angin atap gedung.

 Tapi hari ini ada yang sedikit berbeda, dia mengajakku ke atas. Dan bertanya.

'kamu sadar setiap pukul 2 aku naik kesini? Dan selalu bertanya padamu tentang hal yang sama?'.

' Iya, sadar pak' jawabku seadanya.

' Kamu tidak heran? Tidak mau bertanya?'. Dia berbalik menatapku, aku sedikit salah tingkah dengan tatapannya hari ini.

'M..maaf pak, memangnya untuk apa?' Suaraku kaku.

 Pak Rama cukup lama terdiam, menatapku setajam tadi, dia masih diam. Sampai akhirnya kembali ada suara diantara kami.

 'Untuk ini... 'Brootttt..' Aku menikmati kentut di udara terbuka. Rasanya menyenangkan seperti teriakan yang tertahan di dalam, di sini bebas untuk melepaskan apa saja. Tanpa bekas, dia akan terbawa angin. Hilang. Seperti cinta yang tanpa sengaja kita pendam'.

 Siang ini aku ingin menangis lepas, tapi hanya senyum kaku yang bisa melekuk di wajah bulatku. Iya, cinta memang seperti kentut. Di lepaskan malu di tahan sakit. Aku dan Rama sama-sama sudah beristri. Kami pun sama-sama laki-laki. Jadi ini tidak mungkin.

 'Fardhi, maaf untuk selama ini, sebaiknya kamu atau aku harus menjauh sebelum sakitnya lebih tajam lagi, cinta kita akan banyak melukai'. Rama bersuara lagi. Suara yang selalu aku kagumi setengah mati, suara yang selalu membuatku merasa cantik di balik ketampanan ini. Aku masih diam, rasanya ingin memeluk erat tubuhnya seperti malam terkutuk itu. Malam di mana kami sama-sama tahu, kami penyuka sesama. Malam di mana kami mulai mendalami hati kami yang sama-sama dipaksa mencintai wanita. Aku diam! Aku masih mau diam. Anggap saja aku kentut yang tertahan.

Kamis, 15 Mei 2014

Mencintai Dengan Baik

Malam, aku jauh dari nya dan aku sangat merindukannya. Saat rindu datang, mataku benar-benar sulit untuk memejam. Setiap malam, aku sulit memejam. Aku merindukanmu, bagaimana kamu? Apa sama? Iya. Aku tahu sama. Aku tahu, aku sering merasa kamu mengingatku dari pesan-pesan kecil yang sering kamu kirimkan. Jarak kita jauh tapi hati kita tidak, itu hal yang aku syukuri. Jangan pernah jauh.

Malam, aku jauh darinya dan aku merasa tempat tidurku tidak nyaman. Aku merasa tangan dan handphone menjadi sesuatu yang terlalu lengket, aku merasa tidak bisa berhenti menulis sesuatu untuk meredakan cemas, walau pun tidak ada sesuatu yang harus aku khawatirkan dengan terlalu. Hanya saja aku ingin terus menulis sesuatu, sesuatu yang kamu. Tapi itu tidak mengurangi apapun, tidak mengurangi segala rindu dan segala inginku memelukmu.

Malam, aku jauh darinya. Mataku lekat memandang benda persegi yang kata orang ini foto. Tapi kataku ini ingatan dalam bentuk yang bisa disentuh tangan dan bisa dikecup bibir. Aku memandangnya tidak henti, aku menaruhnya di dompetku, di kamarku, di meja kerjaku, bahkan di selipan buku-ku. Aku ingin terus menatapnya lekat-lekat. Aku tidak bisa berhenti. Ini candu.

Malam, aku jauh darinya. Mulutku tidak bisa berhenti berdoa merapal namanya. Mungkin ini bagian terbesar dari rasa yang aku punya, saat aku terus berdoa untuknya adalah waktu di mana aku terus mencintainya dengan cara yang baik, doa.

Ini mungkin puisi, mungkin juga bukan. Tapi yang pasti ini rasa.