Kamis, 05 Desember 2013

Sebelum Pukul Enam

 Dea menyusun rapi buku-bukunya, ia tampak terburu-buru. Entah apa yang menunggunya seakan begitu memburu.

 Bunyi bel sekolah pukul dua siang, Dea langsung bangkit dan beranjak dari kursinya. Dengan setengah berlari dia mengejar pintu pagar sekolah yang baru dibuka pak Rahmad penjaga sekolahnya.

 " Aku harus tiba" Dea menggumam dalam hati. Dea semakin mempercepat langkah. Menuju hal yang entah apa ditujunya.

 Tiba ditoko obat cina tua pinggir kota, pukul setengah tiga.

"Bu..Bu..."

Keluar dari dalam seorang nenek dengan uban penuh dikepala. Dia cukup mengenal Dea. Dea sempat bercerita tentang sakit yang dideritanya.

"Cari obat?"

"Obat yang harus saya minum sebelum pukul 6 bu"

" Sebentar "

Nenek tua kembali mencari-cari obat yang diminta Dea. Lalu membawakan kotak berwarna hijau tua.

"Ini, ingat minum sebelum pukul 6 atau kamu akan kembali mengulang sakitmu "

"Baiklah bu"

 Dea kembali bergegas, dia mengejar kembali sebelum pukul 6 untuk segera minum obat. Sesampai dirumah suasana masih sepi. Belum ada siapapun, ibu masih bekerja pukul 6 nanti dia akan kembali. Ayah tak pernah pulang lagi setelah tidur dipemakaman umum linggar jati. Dea sendiri!

 Dea menuang air putih dari dalam teko. Meminum obat sebelum pukul 6. Lima belas menit kemudian kepalanya mulai berputar. Semakin lama semakin kencang seperti mesin komedi putar. Darahnya terasa panas, mendidih naik kekepala, pembuluh darah seakan bergerak-gerak menuju pecah. Dea begitu menikmati setiap rasa seperti gorokan ditubuhnya. Tubuh Dea terguncang hebat seperti ayam yang disembelih lehernya. Saat membuka mata semua sakit hilang.
" Berhasil...aku pulih...aku pulih " dia tertawa lepas bahagia.

" Malam tak datang, syukurlah. Artinya lelaki-lelaki itu tidak akan kembali kemari untuk mengantar ibu dan meniduriku. Syukurlah, aku aman disini. Mereka tidak akan bisa melakukan apapun padaku. Selakanganku tidak akan pernah sakit lagi ".

 Dea tertidur panjang, sebelum pukul 6. Malam tidak pernah sempat lagi untuk datang menyakiti selangkangnya. Ibu menangis setengah mati dalam petang.

"Tak ada lagi uang, tak ada lagi uang" raung ibu terdengar tak riang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar