Jumat, 29 November 2013

Simpang Tanpa Hilang

 "Akan sangat menyedihkan saat kau harus memilih satu dan kehilangan satu. Bagaimana jika tak ada satupun yang hilang? Bisa? Atau bagaimana jika aku memilih aku saja yang hilang Tuhan. Tapi kenyataannya kita tak pernah memilih satu untuk kehilangan satu. Saat ini kita memilih untuk menyelesaikan dan mendapat sama tanpa jarak dan waktu yang menganggu. Persimpangan ini adalah titik awal cita-cinta untuk bahagia besar yang lebih nyata. Setelah itu kembali bersama. Rengkuh tak akan lagi ada lepas dari tanganku."

 Pernah berada di persimpangan yang mengharuskanmu berjalan tak bergandengan?. Bukan karena berpisah tapi karena lorong-lorong yang di laluinya begitu kecil, sangat sempit. Pernah berada dalam pilihan, harus memilih satu walau untuk sementara waktu?. Persimpangan adalah hal yang tak ingin kita temui saat kita tersesat dan tak tau arah. Tapi aku tau, kami tau arah saat memilih bersimpangan saat ini. Aku tau ini sementara waktu. Untuk semua cita-cinta yang akan dimatangkan dulu. Mengejar massa depan, lakukan yang bisa dilakukan. Dan tak bersimpang kembali kemudian hari.

 Awal persimpangan ini cukup berat, rasanya hari sebelum kita pergi. Aku tak ingi bergerak atau apapun dari sana, ingin tidur manja di pelukanmu. Membiarkan waktu gelap lagi, membiarkan matahari tenggelam dan aku tidur dalam pelukan itu tanpa habis. Lalu kita tetap memutuskan pergi sementara, aku ingin melihat langkahmu. Jadi aku putuskan untuk aku yang mengantarmu lebih dulu. Terminal Leuwi panjang, pukul 1 siang. Setelah kita mengulur waktu, dan pesawatku yang terancam hilang. Iya sebelum sampai ketempat mengantarmu, kita berdua sama-sama mengulur waktu. " Seakan jangan, jangan pergi dulu " nyatanya aku dan kamu tak pernah jauh. Setela kita disana, kamu mencari kendaraan yang bisa membawa tubuhmu ketujuan, tak ada satupun awalnya. Dan tetiba ada 1 yang meneriakimu. Masuklah tapi langsung jalan. Entah kekacauan apa di hatiku, mengantarkanmu dan kamu harus langsung hilang di dalam besi besar itu. Jelas aku tidak biasa. Kau memelukku, setelah aku mencium punggung tangan kuat itu, punggung tangan yang merengkuh tubuh ini. Menopang lemah-lemahku, sayang kau yang terhebat. Kau berlari kencang seakan mengejar massa depan, berlari lebih kencang dan hilang di dalamnya. Aku tau kau melihatku menangis dari kaca jendela penuh debu, aku tau kau tak sanggup melangkah saat itu. Begitupun aku!

 Aku kembali ke taxi dengan gamang meminta bapak supir mengantarkanku kebandara. Sepanjang jalan kuperhatikan semua, semuanya. Aku akan merindukan semuanya. Tapi kami akan kembali dan menua disini. Semua jalan kota ini adalah saksi 2 pasang kaki saling mengawasi diri, 2 pasang kaki berjalan hati-hati untuk saling melindungi. Aku tiba di bandara, masuk kedalam setelah mengurus semuanya dan duduk manis diruang tunggu. Tuhan bisa kembalikan waktu ke 3 jam lalu. Bisa batalkan semuanya, biar saja kami begini asal bersama. Itu isi doaku!. Tiba saatnya aku yang terbang, pergi dari tempat yang menjaga kami. Gamang!

 Persimpangan ini memang bukan perpisahan, aku tau. Tak ada niat kita saling melepaskan. Aku tau. Namun aku? Terlalu lemah untuk terbiasa tanpamu. Aku tau ini semua untuk bahagia kita nanti yang lebih tenang, tanpa berpikir harus apa dan harus apa. Tanpa bertingkai kehabisan rupiah dan bingung mendiamkan perut. Aku tau ini harus di lewati untuk sesuatu yang lebih, aku selalu menangis saat ingin memulai tidur. Mengingat lengan dan dada bidangmu, harum khas tubuhmu dan usapan-usapan lembut di kepalaku. Aku begitu rindu. Kita akan kembali, sebentar lagi. Saat semua terkumpul, dan menua dengan bahagia. Kita akan kembali merona untuk semua kisah yang tak ada celah tak ada pisah, aku ingin mati dalam genggamanmu. Mengkerut dan tua didalam rumah kayu. Setiap malam berdoa dengan tangan-tangan renta untuk terbangun dan tetap masih bersama. Aku ingin menua, setelah semua jarak ini kita habisi. Aku ingin bersamamu lagi, dan kita harus kuat hadapi saat ini. Apapun, kita sudah lalui. Dan ini adalah ujian ke sekian dan pasti kita sudah biasa melingkari jawaban-jawaban dengan pola meski tak sama. Tak ada apapun, tak ada pisah hanya batas jarak waktu. Langitmu dan aku masih satu. Tak ada apapun yang tak terhadapi, jika itu masih bersamamu. Jika hatimu masih selalu menegaskan aku milikmu. Tak ada satu pun yang harus bersimpang tanpa kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar