Rabu, 04 Juni 2014

MUSIM: BUNGA-BUNGA YANG TIDAK DIGUGURKAN KEMARAU

Dalam hatiku musim masih menunjukan waktu-waktu untuk terus mencintaimu. Seperti bunga-bunga yang semai dan tak gugur saat kemarau ada. Lalu bagaimana jika setiap musim aku terus berkembang dan memecahkan wadahku tertanam. Aku akan terus mengakar kuat mengingatmu. Berhenti sebentar pun lupa. Mungkin benar kata orang. Waktu mengubah segalanya. Termasuk rasa yang dulu besar dan kini semakin besar.

Musim hari ini menunjukan waktu badai di hatiku. Badai-badai yang lupa pula cara mereda. Badai yang menerbangkan biji-biji buah yang perlahan berubah menjadi pohon-pohon teduh. Badai yang menumbuhkan beribu-ribu pohon cinta yang aku jaga dengan sungguh. Badai yang terduduk sepasang kita dengan puisi yang dilahirkan oleh mata. Kata mati. Rasa hati. Musim terus membawaku dan membawamu untuk kita. Musim tidak berhenti.

Bulan ini kita menambah usia bersama. Usia kebersamaan. Usia yang aku lupa kapan ditumbuhkan. Musim lagi yang menyemainya. Musim yang tidak berlalu. Tidak akan pernah berlalu. Musim yang ada dan hidup dalam kita. Hatimu bagai tanah subur dan aku seperti tumbuhan yang tidak bosan menghibur. Meperindah kita. Terus dan terus menancapkan kuat akar-akarku di tubuhmu. Musim tidak pernah berhenti. Rasaku tidak pernah mati.

Musim menbawa kita pada jarak dan pelukan yang jarang. Tapi ternyata hati lebih kuat untuk tidak terhadang pada apapun penghalang. Musim terus semi. Bunga-bunga terus mekar indah. Warna-warna tidak pernah pudar. Rasa buah tidak ada yang yang hambar. Di musim kita. Semua bisa dinikmati. Musim terus membawa dalam ruang dalam. Menumbuhkan semua yang tumbuh tidak satu pun layu. Musim terus semi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar