Senin, 01 Desember 2014

Setelah 3

Dulu kataku sebaik-baiknya pergi adalah pulang. Tapi hari setelah 3 sebaik-baiknya pulang adalah tetap buta pada kenyataan.

Seberat-beratnya pengakuan adalah ketiadaan kau, yang tepat sebulan kurang satu hari lalu pergi. Aku semacam pulang berjudi dengan kekuatan sendiri. Bisa tabah melihat tempat tidurmu benar-benar kosong, atau aku justru meraung sepatah-patahnya aku. Jejak pertama masih kuat, masih seperti tabah entah beberapa jejak lalu nanti. Harap-harap tak patah. Setelah 3 segala harapku telah kubur, bersama tutup matamu. Tapi percayalah, mimpi yang terbelakang sudah disusun dan diucap lantang padamu akan dipenuhi. Pantang, ayah, pantang, tidak kau ajar aku mundur dalam perang, bahkan dalam nasib sendiri, pantang.

Setelah 3 esok, kuatku tumbuh dari hal yang kukuatkan sendiri. Yakinlah.

Rabu, 05 November 2014

November: 3 Menjelang 4

Hai, laki-laki, kabarnya kau pergi meninggalkan gadis kecil yang tak beribu 22 tahun ini? Kabarnya kau pergi memenuhi buku nasib, atau surat gores takdir? Maaf tak bisa mengantarmu, ayah.

Aku ingin pulang, sangat ingin pulang, membawamu ke tanah sulawesi kita, membawamu ke tempat ibu, tempat impian, tempat dia menyatu dengan bumi dan menjadi bagian dari banyak sekali tumbuhan. Setelah mati kita memang hidup lagi, aku percaya, tubuh kita menjadi bagian dari tumbuhan menjadi bagian dari gemuk-gemuk cacing, beranak pinak dan bertambah banyak. Aku ingin sekali pulang, ayah. Ingin, tapi kau tak mau menunggu, atau barangkali kau mau, tapi Tuhan tak sabar ingin bersamamu.

Engkau, ayah. Diciptakan dari tanah dan kembali ke tanah. Kau pulang ke rumah istrimu yang menunggu 22 tahun lalu. Pulang ke rumah dekat ladang, tanah hijau. Jawa tak lagi tempat, kuperjuangkan rumah untukmu. Sulawesi.


Ayah, bagaimana rasanya tak lagi merasa sakit? Lega? Bahagia? Sedih tak? kau lihat gadismu yang tak beribu kini pun tak berayah? Tapi sekarang aku lebih kuat, jauh-jauh sangat kuat. Hampir tak pecah, jika Tuhan tak kehendak, hampir tak goyah, jika Tuhan tak kehendak, hampir tak merasakan pedih, jika Tuhan tak kehendak.

Ayah, oh, Ayah tak pernah kau nyanyikan aku "nina bobo" kau titipkan namaku sebagai hujan, untuk menyirami kalian.

Ayah, oh, ayah, tak pernah kau peluk aku lama, tak pernah kau lihat mataku dalam. Kau bicara mengawang, melihat pada segala arah tapi tidak padaku, tahu aku tahu, tahu sekali aku, itu pedih, melihat gadismu besar sendirian, itu pedih, tahu aku tahu.

Melihat mata yang serupa istri yang kau cinta yang meninggalkanmu beban seorang gadis yang tak tahu harus kau apakan. Tahu aku tahu, pedih, saat namaku mengingatkanmu pada kesedihan.

Tak lagi ada kuat tabahmu oh puisi sapardi, hujanku lebih badai, hujan gadis kecil yang novembernya duka. Tak ada, oh tak ada sapardi. Hujanku bukan November rainnya Gun N Rose, bukan pula air mata Ibrahim sebelum menyembelih Ismail. Hujanku badai, badai yang kuat. Tak menghancurkan, tapi menebar bibit hidup baru, menyemai biji, menebar serbuk-serbuk sari.

Ayah, jalanlah. Aku menyusul nanti saat penuh sudah janjiku.

Rabu, 03 September 2014

Tuan Domba Jantan : Rindu Di Siang Terik Dengan Gerimis Tipis

Selamat siang, Tuan Domba Jantan yang Saya Cinta.

Dari tempat yang jauh siang terik dengan gerimis tipis ini saya ingin menyampaikan tentang kerinduan saya padamu, merindukan melihatmu, diam-diam seperti apa-apa yang sudah setahun ini saya lakukan. Mendatangimu di kota sebelah tempat saya tinggal. Bermacet-macet hanya untuk melihatmu sebentar tanpa menyapa, mencari-cari keberadaan kamu, yang sangat jarang bisa saya temui, kota itu terlampau luas untuk kemampuan ingatan saya menghapal jalan yang terbatas. Dan juga keterbatasan informasi tentangmu dan keberadaanmu. Jadi saya akan terus menerus melihat linikala untuk mengetahui kamu di mana, mencari tempat itu dengan segala keterbatasan penguasaan saya pada ibukota, lucu.

Dari tempat yang jauh ini, baru saja saya meneriaki namamu ke luas lautan, tapi tetap berharap kamu tidak mendengarnya. Sudah pasti saya akan salah tingkah setengah mati jika sampai kamu mengetahui perasaan aneh ini.


Beberapa waktu lalu hampir setiap malam saya menunggu kamu menyapa, iya, waktumu selalu larut, karena siang pun saya habiskan untuk bekerja di sini. Tapi jika kamu mengajak saya bicara, segala waktu seakan memang sudah harusnya tersedia. Saya seperti memiliki kewajiban untuk hati saya menyediakan waktu untuk memuaskannya, bertukar-tambah denganmu.


Tuan Domba jantan, nona kalajengking ini sangat merindukanmu dengan sungguh. Sudah lama aku tidak merapal nama seseorang lelaki lain selain ayah dan orang yang sangat menyakiti saya. Sekarang ada rapalan nama baru dalam doa, namamu. Nama yang setiap saya menyebutnya membuat dada saya bergejolak, membuat jiwa saya jatuh pada sesuatu yang nyaman tanpa tahu dari mana asalnya. Perasaan ini terjaga baik. Bahkan saat kamu belum tersentuh.

Beberapa malam saya sedikit cemburu. Namun kembali saya tahu akan keterbatasan saya, kita, ah mungkin ya hanya saya. Saya cemburu pada perempuan yang menemanimu beberapa waktu. Juga pada perempuan yang Kamu jadikan puisi. Tapi segala itu tidak pernah bisa membuat saya peduli untuk menjauhi apa yang tidak saya jangkau. Saya tetap mencintaimu sungguh-sungguh.

Kamu seseorang yang bisa membuang luka lama yang teramat jauh. Luka yang tidak tahu bagaimana hitamnya. Saya tidak paham kekuatan apa yang membawa saya tenggelam ke palung jauh, dasar mencintaimu. Saya tidak paham seberapa besar ombak menyeret saya dan menguasai saya dalam segalamu. Saya tidak paham bagaimana semua saya basah akan segala yang saya inginkan. Saya ingin mencintaimu. Entah berbalas atau tidak. Karena jatuh cinta bukan perkara tuntas. Cinta adalah sesuatu yang tidak selesai, seperti saya pada kamu. Ya, saya tidak pernah selesai. Tidak mau usai.


Tuan Domba Jantan, apa semalam kamu tidur cepat? Apa mimpimu. Tadi malam saya tidur tanpa mimpi apapun, padahal saya berharap bermimpi kamu. Bisa melihat dua bongkah telur bulat di pipi lucumu, senyummu, segalamu. Karena saat ini saya sedang berada di tempat yang jauh dan sedang kesulitan untuk menuntaskan rindu yang tak tuntas tadi padamu.

Nanti, saat saya pulang. Izinkan saya berlama-lama gugup di hadapanmu, ya. Izinkan saya duduk dengan berganti-ganti posisi setiap detiknya, izinkan tangan-tangan saya basah, izinkan pipi saya memerah, izinkan mata saya menatap malu-malu. Izinkan saya, menyimpan rasa dengan berhadapan dengan kamu yang saya cinta.

Di siang terik yang gerimis ini, saya berdoa untuk bisa terus menjatuhkan diri saya dengan baik pada cintamu yang rahasia.


Tertanda: Nona kalajengking yang berdiam diri di Pluto.

Rabu, 06 Agustus 2014

Tuan Domba Jantan

Mungkin saya termasuk orang yang sangat mengagumi isi kepala seseorang. Seperti saat ini, saya benar-benar senang mencintai isi kepala kamu.


Saya merasa gak sabar ingin kembali membuka lembar-lembar buku yang isinya berasal dari kepala kamu.


Saya sedang menunggu, bahkan saya sering menunggu kamu ada di linimasa untuk melihat, saat ini cuaca di kepalamu seperti apa. Dan semua yang kamu buat, untuk saya menyenangkan.


Tadi pagi saya bicara dengan seorang teman yang juga kamu kenal. Dia membahas kisah cintanya yang bertarung dengan jarak dan saya bercerita tentang kamu. Walau saya tidak menyebut namamu.

Saya bercerita tentang bagaimana seseorang yang awalnya tidak saya kenal bisa membuat saya jatuh dalam satu perasaan yang baik. Membuat kesedihan yang memenuhi kepala dan rongga dada merasa tidak lagi betah berada di sana.

Bagaimana menyenangkannya perasaan saya melihat kamu melintas, atau membaca nama kamu di apa-apa yang saya temui.


Jadi saat ini kamu semacam endorfin buat saya, dan saya semacam putri malu, yang malu-malu tapi kadang sengaja menyentuhkan diri untuk dilihat kamu.

Tuan domba jantan dari planet Mars, Hujan yang gerai sedang menuliskan kamu di saat hujan sedang derai. Dengan secangkir kopi yang biasanya kamu sebut-sebut setiap pagi.


Pernah satu kali saya melihat kamu langsung tanpa batas, di satu tempat yang ramai dan kamu yang sedang sangat lalai.

Hormone dewa bahagia mendadak mengalir kuat, kelenjar pituatuitary saya menghasilkannya dengan hebat.

Bertindak seperti morphine, bahkan 200 kali lipat lebih hebat. Saat ini kamu seperti zat penghilang rasa sakit terbaik, yang entah bagaimana bisa begitu berfungsi di dalam sini.

Kamu bisa membuat saya berhenti menulis tentang sesuatu yang setiap saya menorehnya selalu menghasilkan petir dalam dada dan hujan yang mengalir dari dua bola mata.




Tertanda,
Nona kalajengking yang berdiam diri di pluto.

Senin, 04 Agustus 2014

Dear Tuanblablabladariplanetmars

Dear Tuanblablabladariplanetmars,


" Ada yang lucu. Saya menyukaimu dan sudah sangat lama, dari awal membacamu. Sampai akhirnya melihat kamu menyebut nama saya... "


Jadi gini, jauh sebelum hari di mana kamu mulai membalas mengikuti saya, saya cukup dan cukup lama menunggu untuk bisa kamu pedulikan. Bukan kepedulian yang seperti "bla..bla..bla"

Saya cuma pengen dibalas sama kamu dan saya senang. Tapi hari di mana kamu ngikutin saya, itu hari di mana saya benar-benar gugup, benar-benar caper, benar-benar sengaja keluar setelah ada kamu.


Saya sering ngelonjak girang, saat enggak sengaja liat kamu muncul setelah 'bla..bla..bla' saya. Mungkin saat ini saya semacam anak kecil yang menyukai teman kecilnya dan malu untuk melakukan apa-apa saat dia sedang ada.

Saya sering gugup ngehapus balasan pesan yang saya akan balas ke kamu berulang-ulang. Mungkin kamu juga gak tahu gugupnya saya waktu kamu 'bla..bla..bla'. Saya bener-bener sedang 'bla..bla..bla' sama kamu, ya sangat sangat menyukaimu. Saya merasakan semua dari lembar-lembar yang saya baca, lembar-lembar yang asalnya dari kepalamu. Dan semua isi kepala kamu membuat saya 'bla..bla'


Hey..hey..tenang aja, saya cukup diam untuk tidak bertidak berlebihan atau buat kamu jengah. Saya janji..!


Saya senang, buat saya kamu benar-benar menyenangkan. Mungkin aneh, tapi orang jatuh suka, jatuh cinta, memang dengan cara yang rupa-rupa dan tidak serupa. Jangan kira ini terlalu cepat. Jangan kira saya mulai begini saat kamu mulai ada dan bisa melihat saya. Ini sudah sangat lama, saya diam sangat lama. Sebelum akhirnya 'bla..bla..bla'


Bahagia ya, kamu. Saya cukup bahagia dengan begini, mikirin kamu atau 'bla..bla..bla-in' kamu dari sini. Saya bisa nyimpan ini dan jatuh dengan baik-baik dalam perasaan yang saya tahu sendiri.



Tertanda,
Nona Kalajengkingyangberdiamdiridipluto


*


PS: Makasih sudah buat saya bahagia disaat kesedihan sempat lama memenuhi kepala dan rongga-rongga dada.

PPS: Saya sedang menyicil bahagia